UU Penyesuaian Pidana Disahkan, Sistem Pemidanaan Nasional Masuki Babak Baru

Rapat Paripurna DPR RI (Foto: ss vidio kompas TV)

JAKARTA — DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Penyesuaian Pidana dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (8/12/2025).

Regulasi baru ini disusun untuk memastikan seluruh ketentuan pidana di berbagai undang-undang sektoral dan peraturan daerah selaras dengan KUHP baru yang akan berlaku penuh pada 2 Januari 2026.

Pengesahan dilakukan setelah seluruh fraksi menyatakan persetujuan, disertai pandangan akhir pemerintah yang menegaskan urgensi penyeragaman sistem pemidanaan nasional.

Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej dalam rapat tersebut, menuturkan bahwa UU ini merupakan amanat langsung dari Pasal 613 KUHP baru, yang mengharuskan pemerintah melakukan penyesuaian menyeluruh sebelum aturan induk tersebut diimplementasikan.

“Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana disusun dalam rangka penyesuaian ketentuan pidana dalam undang-undang di luar KUHP, peraturan daerah, dan ketentuan pidana dalam KUHP agar selaras dengan sistem pemidanaan baru,” ujar Eddy saat membacakan pandangan pemerintah, dilansir dari suara.com

UU Penyesuaian Pidana memuat tiga poin penting:

  1. Penyesuaian ancaman pidana pada undang-undang di luar KUHP agar sejalan dengan prinsip pemidanaan modern.
  2. Penyelarasan jenis pidana dalam seluruh peraturan daerah, terutama yang masih memuat pidana kurungan jenis hukuman yang kini dihapus sebagai pidana pokok.
  3. Penyempurnaan norma yang berpotensi tumpang tindih dengan semangat dekriminalisasi dan rasionalisasi pidana dalam KUHP baru.

Dalam pembahasan di tingkat panitia kerja, pemerintah mengusulkan penghapusan ancaman pidana minimal khusus pada sejumlah ketentuan.

Meski demikian, beberapa jenis kejahatan berat seperti korupsi, terorisme, tindak pidana HAM berat, dan pencucian uang tetap mempertahankan sistem minimal khusus sebagai pengecualian.

Antisipasi Konflik Hukum

Ketua komisi yang membidangi legislasi menjelaskan bahwa penyesuaian diperlukan untuk menghindari dualisme sistem pemidanaan. Tanpa regulasi ini, banyak ketentuan dalam undang-undang lain berpotensi bertentangan dengan struktur pidana baru, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi aparat penegak hukum.

UU ini menjadi jembatan agar seluruh instrumen hukum berjalan sinkron saat KUHP mulai berlaku. Penegakan hukum tidak boleh terganggu hanya karena ada perbedaan ancaman pidana atau jenis hukuman.

Penghapusan Pidana Kurungan dan Penguatan Denda

Salah satu perubahan signifikan dari UU Penyesuaian Pidana adalah penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok. Banyak aturan pidana ringan, baik dalam undang-undang maupun perda, kini dikonversi menjadi pidana denda atau bentuk sanksi lain yang lebih proporsional.

Kebijakan ini dianggap sejalan dengan filosofi pemidanaan modern yang lebih mengedepankan rehabilitasi dan efisiensi, sekaligus mengurangi beban lembaga pemasyarakatan.

Pemerintah dan DPR: Sistem Pemidanaan Lebih Konsisten

Pemerintah menegaskan bahwa UU Penyesuaian Pidana akan menjadi landasan harmonisasi hukum pidana nasional. Menteri Hukum dan HAM menyebut regulasi ini sebagai langkah penting menuju sistem pemidanaan yang lebih konsisten, terpadu, dan mudah diterapkan aparat penegak hukum.

“Dengan aturan ini, struktur pidana kita jauh lebih seragam. Masyarakat dan aparat juga mendapatkan kepastian hukum karena tidak ada lagi ketentuan-ketentuan pidana yang saling bertentangan,” tuturnya setelah rapat paripurna.

Berlaku Bersamaan dengan KUHP Baru 2026

UU Penyesuaian Pidana akan mulai berlaku bersamaan dengan implementasi KUHP baru pada awal tahun 2026. Pemerintah kini menyiapkan aturan turunan dan sosialisasi agar seluruh pemangku kepentingan, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pemerintah daerah hingga masyarakat, memahami mekanisme pemidanaan terbaru.

Dengan disahkannya regulasi ini, DPR dan pemerintah berharap transisi menuju KUHP baru dapat berjalan mulus tanpa menimbulkan kekacauan hukum maupun celah penafsiran yang kerap menghambat proses penegakan hukum.

Exit mobile version