POHUWATO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pohuwato menegur Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Pohuwato terkait pelaksanaan workshop peningkatan kapasitas aparatur desa yang digelar di luar daerah.
Kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Gorontalo itu menuai kritik karena dinilai bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang tengah digalakkan pemerintah.
Sorotan muncul setelah diketahui bahwa peserta kegiatan—yang terdiri dari kepala desa, perangkat, dan operator desa—diminta membayar kontribusi sebesar Rp550 ribu per orang untuk biaya akomodasi.
Selain pungutan tersebut, pemilihan lokasi kegiatan di luar wilayah Pohuwato dianggap menimbulkan kesan bahwa daerah ini tidak memiliki fasilitas memadai untuk menyelenggarakan acara serupa.
Ketua DPRD Pohuwato, Beni Nento, secara terbuka menyampaikan kritik terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Meski mengapresiasi inisiatif APDESI dalam meningkatkan kapasitas aparatur desa, ia menegaskan bahwa aspek efisiensi anggaran tidak boleh diabaikan.
“Saya kemarin memberikan sambutan di kegiatan itu. Saya apresiasi tujuannya, tapi ini tetap jadi perhatian publik karena dilaksanakan di luar Pohuwato. Seolah-olah daerah kita tidak punya fasilitas sendiri. Apalagi ini berkaitan dengan kontribusi dari pemerintah desa yang anggarannya terbatas,” ujar Beni, Jumat (10/10/2025).
Ia menilai, kegiatan seperti ini harus dievaluasi agar tidak memunculkan polemik, terutama di tengah kondisi fiskal yang menuntut kehati-hatian dalam penggunaan anggaran.
Menanggapi desakan dari salah satu aktivis yang meminta audit terhadap penggunaan dana kegiatan, Beni menjelaskan bahwa secara kelembagaan, APDESI tidak memiliki anggaran mandiri. Namun dalam praktiknya, pendanaan kegiatan organisasi ini seringkali melekat pada anggaran desa.
“APDESI ini hanya organisasi paguyuban yang keberadaannya diatur undang-undang. Mereka tidak punya anggaran khusus, sehingga dana kegiatan biasanya diambil dari anggaran desa. Ini sering dikeluhkan oleh kepala desa. Kalau kontribusinya Rp550 ribu per orang, dikalikan 101 desa dan 3 kelurahan, tentu nilainya sangat besar. Maka ini harus menjadi bahan evaluasi di tubuh APDESI,” jelasnya.
Beni berharap agar ke depan, APDESI lebih memperhatikan prinsip transparansi dan efisiensi dalam setiap kegiatan, serta memastikan bahwa keberadaan organisasi ini benar-benar memberi manfaat, bukan justru menjadi beban tambahan bagi pemerintah desa.
“Jangan sampai efisiensi hanya jadi slogan. APDESI seharusnya jadi wadah koordinasi dan pembinaan antar pemerintah desa, bukan malah memunculkan beban baru,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Ketua APDESI Pohuwato, Sirwan Mohi, belum memberikan tanggapan resmi karena masih dalam perjalanan. (*)






