Oleh: Jupri, SH.,MH (Akademisi)
Guru selalu berada di jantung perjalanan setuap bangsa. Ditengah merekalah nilai pengetahuan dan karakter dibentuk, ditanamkan, dan diwariskan kepada generasi baru. Namun di tengah laju transformasi, sosialisasi, dan teknologi yang begitu cepat, sorotan terhadap guru semakin duperlukan agar kita tidak lupa bahwa kemajuan apapun tetap berakar dari kerja mereka yang penuh dedikasi.
Guru tidak sekedar menjalankan profesi, mereka membawa misi kemanusiaan. Mereka hadir sebagai pengarah ketika murid kehilangan arah, sebagai penuntun ketika murid memerlukan pemahaman, dan sebagai teladan ketika nilai-nilai moral mulai dipertanyakan. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari sentuhan manusiawi dan sentuhan itu hadir melalui sosok guru.
Merujuk pada gagasan Paulo Freire, pendidikan adalah tindakan “Cinta dan Keberania”. Dalam konteks Indonesia masa kini, guru menghadapi ragam tantangan sosial, ekonomi, hingga digilitasi pembelajaran terbaik. Di sekolah-sekolah dengan fasilitas terbatas sekalipun, guru tetqp menjadi cahaya yang memandu.
Pemikiran kihajar dewantara semakin mengaskan posisi strategis guru. Melalui semboyang “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Mada Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,” beliau merumuskan guru adalah pendidik sekaligus teladan moral. Guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi menumbuhkan karakter, membangun karsa, dan memfasilitasi kemerdekaan belajar.
Dalam praktik pendidikan modern, guru terbukti menjadi faktor terpenting dalam keberhasilan pembelajaran. Profesor John Hattie dalam penelitiannya menegaskan bahwa pengaruh guru jauh lebih siginifikan daripada faktor lingkungan, kurikulum, bahkan fasilitas. Artinya, kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas guru yang berdiri di depan kelas.
Dengan tanggung jawab sebesar itu, wajar jika profesi guru disebut sebagai ujung tombak pembangunan. Mereka tidak hanya membentuk kecerdasan, tetapi membentuk cara berpikir generasi masa depan. Bahkan dalam interaksi sederhana di kelas, seorang guru bisa menanamkan nilai yang menjadi pegangan hidup seorang murid selama bertahun-tahun.
Namun beban yang ditanggung guru tidak selalu sebanding dengan apresiasi yang diterima. Beban administrasi yang berlebihan, tuntutan kurikulum, dan perubahan sistem pembelajaran sering menjadi tantangan tersendiri. Guru dituntut serba bisa, mulai dari menjadi pendidik, penilai, konselor, pengelola kelas, hingga pengolah data digital.
Dalam situasi seperti itu, penting bagi negara dan masyarakat untuk memastikan bahwa guru memperoleh dukungan yang memadai. Tidak ada modernisasi pendidikan tanpa modernisasi kapasitas dan kesejahteraan guru. Pendidikan yang baik hanya lahir dari guru yang dihargai dan diberi ruang untuk bertumbuh.
Meski menghadapi tantangan multidimensional, guru tetap menunjukkan integritas. Mereka hadir lebih awal, menyiapkan pembelajaran, mengoreksi tugas, dan mendampingi murid dengan penuh kesabaran. Bahkan di tengah keterbatasan, mereka tidak berhenti menginspirasi. Banyak murid yang kehidupan dan pilihannya berubah hanya karena satu kalimat atau dorongan dari seorang guru.
Di banyak daerah terpencil, guru tidak hanya mengajar. Mereka merangkap sebagai motivator, pendamping sosial, bahkan terkadang juru penyelamat bagi murid yang sedang menghadapi kesulitan hidup. Upaya mereka sering kali tidak terdokumentasi, tetapi dampaknya dirasakan jangka panjang oleh masyarakat.
Dalam refleksi Hari Guru Nasional 2025 ini, kita perlu meninjau kembali kualitas hubungan antara negara dan profesi guru. Pendidikan yang kuat membutuhkan sistem yang memuliakan guru, bukan hanya menuntut mereka. Mulai dari penyederhanaan administrasi, peningkatan kompetensi, hingga perbaikan kesejahteraan, semua harus menjadi prioritas kolektif.
Jika guru mampu menjalankan fungsinya tanpa beban yang tidak perlu, mereka akan lebih leluasa menghadirkan pembelajaran berkualitas. Murid pun akan menerima pengalaman belajar yang lebih bermakna, bukan sekadar mengejar nilai.
Kita harus mengakui bahwa teknologi memang memberi kemudahan dalam pembelajaran, tetapi tidak dapat menggantikan peran humanis guru. Algoritma mampu memberi jawaban, tetapi hanya guru yang mampu memberikan nilai moral, empati, serta inspirasi. Dua hal terakhir inilah yang menjadi inti peradaban.
Lebih daripada itu, guru merupakan penggerak kemajuan bangsa. Negara maju selalu menempatkan guru sebagai komponen utama strateginya. Mereka memberi keleluasaan bagi guru untuk berinovasi, menyediakan fasilitas terbaik, dan menghormati profesi guru sebagai profesi intelektual.
Indonesia juga harus bergerak ke arah yang sama. Penguatan pendidikan tidak boleh berhenti pada kebijakan. Ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang langsung dirasakan guru, mulai dari jenjang PAUD hingga SMA. Setiap jenjang pendidikan membutuhkan guru yang dibekali kemampuan, kesempatan, dan perlindungan yang setara.
Kepercayaan murid terhadap guru tidak dibangun dalam sehari. Ia terbentuk dari keteladanan yang konsisten. Guru yang menunjukkan integritas akan memberikan pengaruh jangka panjang bagi murid. Banyak murid mengenang guru bukan karena materi pelajarannya, tetapi karena ketulusan dan perhatian yang diberikan.
Sebaliknya, ketika guru tidak diberi dukungan memadai, kualitas pendidikan dapat merosot. Sebab guru adalah pemegang kendali suasana kelas, pembentukan pola pikir, dan pemberi motivasi. Di sinilah pentingnya memastikan profesi guru tetap menjadi profesi terhormat, bukan profesi yang dibebani sistem.
Setiap kita pasti memiliki cerita tentang guru yang menginspirasi. Guru yang memberikan keyakinan saat kita merasa ragu. Guru yang membuka jalan ketika kita tidak melihat peluang. Guru yang memotivasi ketika kita hampir menyerah. Mereka adalah bukti nyata bahwa inspirasi mampu mengubah hidup seseorang.
Mengapresiasi guru tidak harus menunggu satu hari khusus. Namun Hari Guru Nasional memberikan ruang kepada kita untuk kembali menyadari betapa besar pengaruh mereka terhadap kehidupan bangsa. Penghargaan bukan hanya berupa kata-kata, tetapi komitmen bersama untuk memperbaiki ekosistem pendidikan.
Oleh karena itu, momentum ini harus menjadi refleksi mendalam bahwa masa depan Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukan guru hari ini. Mereka adalah penjaga peradaban—pijakan utama bagi generasi yang akan memimpin bangsa.
Pada akhirnya, ucapan terima kasih tidak cukup untuk membalas rangkaian pengorbanan mereka. Namun penghormatan, penghargaan, dan dukungan nyata adalah langkah minimal yang harus diberikan. Guru telah memberi lebih daripada yang terlihat, lebih daripada yang kita bayangkan.
Selamat Hari Guru Nasional 2025.
Semoga para guru di Indonesia terus diberikan kekuatan, kesabaran, dan keteguhan dalam menjalankan amanah besar sebagai pembangun masa depan bangsa. Semoga pula profesi guru semakin dimuliakan, dihormati, dan diberdayakan, sebagaimana peran besarnya dalam membentuk peradaban.




